Hidup Harmoni Bersama Alam

Poros Nusantara Utama (PNU), melalui salah satu unit bisnisnya yaitu Poros Nusantara Utama Jawa Barat (Poros Jabar) bersama anggota petani mengutamakan kehidupan yang harmoni bersama dengan alam sekitar tempat hidupnya.

Mengupayakan pengolahan alam secara alami tanpa memaksakan penggunaan pestisida dan tanpa pupuk kimia, sehingga akan menghasilkan produk bermutu yang sehat untuk dikonsumsi.

Poros Jabar merupakan badan usaha milik Perkumpulan Telapak yang beroperasi di teritorial Jawa Barat.

Sampai saat ini, Poros Jabar menjalani usahanya dengan bekerjasama dengan kelompok-kelompok tani yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Gede – Pangrango dan Taman Nasional Halimun – Salak.

Sejak tahun 2006, Poros Jabar mencoba membantu kelompok tani dalam memasarkan produknya supaya tercipta kemandirian secara ekonomi.

Kerjasama pendampingan dilakukan dengan tujuan para petani dalam melakukan pemasaran produknya dapat dilakukan tidak secara individual lagi yang dapat menyebabkan tengkulak dapat memainkan harga di tingkat petani.

Selain itu, diharapkan kendala yang dimiliki para petani, seperti produktivitas yang rendah, permodalan dan teknologi paska panen yang minim, serta akses informasi pasar yang terbatas dapat diatasi dengan bekerjasama dengan Poros Jabar, yang diharapkan nantinya para petani menjadi mandiri dan memiliki kemampuan/daya tawar yang baik.


Bersama Perkumpulan Telapak, Poros Jabar mendampingi kelompok tani melalui pembangunan kelembagaan ekonomi yang adil dan transparan dalam bentuk sebuah koperasi. Selain itu, diharapkan dengan adanya koperasi maka akan terbangun kapasitas setiap petani dalam melakukan perencanaan produksi bersama, serta memperbaiki sistem pengolahan paska panen sehingga mendapatkan standar kualitas produk yang maksimal.






23 October 2008

Kacip Fatimah, Daun Emas di Ujung Gunung

Sore itu mang Asari, mang Narim dan mang Odang baru saja pulang dari berburu daun Kacip Fatimah di hutan pegunungan Halimun. Sudah tiga hari mereka dan rombongan pergi mencari Fatimah, daun ajaib yang berkhasiat obat itu. Kelesuan tampak pada wajah mereka. Bagaimana tidak, mereka tujuh orang selama tiga hari hanya memperoleh 50 kg daun Kacip Fatimah segar. Sangat jauh hasillnya jika dibandingkan dengan panen mereka 1 tahun sebelumnya. Padahal mereka telah berjalan semakin jauh masuk ke dalam hutan. Berburu Fatimah mereka jalani sebagai penambah pendapatan. Lumayan, karena harga 1 kg Kacip Fatimah kering cukup mahal, sehingga sangat membantu keperluan keluarga.

”Sekarang sudah jarang dijumpai Fatimah, tidak seperti dulu. Tahun lalu kalau lagi mujur satu hamparan kami bisa dapat 200 kg daun segar sekali petik” ujar mang Asari.

”Biasanya jika ada pohon Rasamala yang tumbang dan busuk, disitu banyak dijumpai Fatimah, tapi sekarang sedikit. Bahkan bekas petikan tahun lalu paling hanya ada 2 daun kecil-kecil”. Kata mang Odang menambahkan.

Mereka memang mempunyai aturan sendiri dalam memetik Fatimah. Batang Kacip Fatimah dipotong dan hanya diambil daunnya saja. Sisa – sisa batang ditinggal di lokasi tempat tumbuhnya agar nantinya tumbuh dan bersemi lagi. Namun tanaman ini memang sangat lambat pertumbuhannya. Bekas petikan tahun lalu rata-rata baru keluar 2 daun. Diantara petani pemetik ada yang mencoba menanam di kebun, namun hasilnya bahkan lebih jelek lagi. Mang Odang misalnya, sejak 2 tahun lalu menanam Kacip Fatimah di kebun miliknya, namun baru tumbuh 2 daun saja.

Kacip Fatimah tumbuh dan berkembang baik di lokasi-lokasi yang berhumus tebal dan ternaungi dari cahaya matahari. Mereka tumbuh berkoloni di antara tegakan pohon-pohon besar yang rapat. Dengan semakin rusaknya hutan tempat tumbuhnya Kacip Fatimah akibat penebangan yang tidak terencana dan merajalelanya pencurian kayu, akan semakin mengancam perkembangbiakannya di alam. Melihat lambatnya pertumbuhan tanaman ini, jika permintaan pasar terhadap Kacip Fatimah terus meningkat, tidak bisa dipungkiri tanaman ajaib ini suatu saat akan punah dari pegunungan Halimun.

No comments: